Pengertian Sejarah Sebagai Ilmu, Sebagai Kisah, Sebagai Peristiwa dan sebagai Seni
1. Sejarah Sebagai Ilmu
Sejarah sebagai ilmu merupakan pengetahuan tentang masa lampau yang disusun secara sistematis sesuai kajian metode ilmiah. Sebagai ilmu, sejarah merupakan suatu disiplin dan cabang pengetahuan tentang masa lampau yang kemudian berupaya diwariskan kepada generasi di masa sekarang. Menurut Yulia Siska dalam buku Geografi Sejarah Indonesia (2017), sejarah sebagai ilmu berarti sejarah merupakan salah satu bidang ilmu, yang meneliti serta menyelidiki secara sistematis perkembangan masyarakat dan kemanusiaan di masa lampau. Ini dimaksudkan untuk menilai secara kritis seluruh hasil penelitian dan penyelidikan tersebut, untuk kemudian dijadikan pedoman bagi penilaian di masa sekarang dan masa depan. Karakteristik sejarah sebagai ilmu Sejarah karena memiliki ciri-ciri berikut, kecuali subyektif. Sebab sebagai ilmu, sejarah seharusnya bersifat obyektif. Karena didasarkan pada keadaan yang sebenarnya di masa lampau. Bukannya bersifat subyektif atau berdasarkan pendapat dan pandangan sendiri. Baca juga: Sejarah sebagai Ilmu Dikutip dari buku Historiografi Barat (2014) karangan Wahyu Iryana, berikut ciri-ciri sejarah sebagai ilmu:
Bersifat empiris
Maksudnya sejarah sebagai ilmu mengacu pada pengetahuan dan pengalaman manusia, baik dari zaman prasejarah hingga zaman sejarah. Berdasarkan pengalaman manusia di masa lampau, ini dijadikan sebagai fakta yang kemudian tertulis atau tercatat dalam tulisan sejarah.
Punya obyek kajian
Sejarah sebagai ilmu harus memiliki obyek, dan obyek sejarah itu sendiri adalah waktu. Obyek ini dianggap penting, sebab waktu merupakan pandangan sejarah yang tak akan bisa dipisahkan dari manusia. Waktu meliputi perubahan dan perkembangan aktivitas manusia dari masa ke masa. Oleh sebab itu, tak mengherankan jika waktu menjadi obyek dan unsur terpenting dalam sejarah.
Punya metode
Ciri-ciri sejarah sebagai ilmu adalah mempunyai metode, yakni cara penyusunan pengetahuan dan kebenaran dari berbagai peristiwa. Baca juga: Sejarah sebagai Seni Sebagai ilmu, sejarah memiliki metode. Berarti sejarah harus dilakukan melalui pengamatan dengan didukung berbagai bukti sejarah yang terjadi di masa lalu.
Mempunyai generalisasi
Karakteristik sejarah sebagai ilmu adalah memiliki generalisasi. Biasanya generalisasi menjadi kesimpulan umum. Begitu pula, sejarah sebagai ilmu yang di dalamnya memuat kesimpulan umum. Dengan demikian, sejarah sebagai ilmu tidak terlepas dari kegiatan penarikan kesimpulan secara umum, sama seperti ilmu lainnya.
Memiliki teori
Merupakan kumpulan kaidah pokok suatu ilmu. Sejarah sebagai ilmu berarti sejarah memiliki teori pengetahuan yang didapat dari obyek sejarah, yakni manusia dan waktu. Ciri-ciri sejarah sebagai ilmu ini berarti sejarah memiliki catatan tradisi yang panjang, jauh lebih panjang dibanding ilmu sosial lainnya. Karena itu, dalam tiap tradisi pasti ada teori sejarah.
2. Sejarah sebagai kisah
Sejarah sebagai kisah adalah kejadian-kejadian pada masa lalu yang kemudian dibangun kembali oleh umat manusia. Banyak orang yang mencoba menafsirkannya dan juga membangun ulang ingatan-ingatan akan kejadian masa lalu. Sejarah merupakan gambaran masa lalu sebagai individu, maupun sebagai kelompok makhluk sosial. Kejadian-kejadian itu kemudian disusun secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta pada masanya. Fakta-fakta itu ditafsirkan dan dijelaskan secara terperinci, sehingga dapat memberi pengertian kepada kita tentang yang terjadi pada masa lampau.
Peristiwa yang diperoleh dari berbagai sumber disusun untuk kemudian dilakukan penafsiran. Hasil dari penafsiran itu diceritakan kembali kepada generasi-generasi selanjutnya. Banyak dari cerita-cerita peristiwa, diceritakan kembali oleh para sejarawan dengan tafsiran yang berbeda antar mereka. Para sejarawan ini memiliki caranya sendiri dalam menafsirkan sejarah, biasanya disesuaikan dengan konteks zaman.
Banyak orang mengenal sejarah sebagai sebuah cerita. Banyak manusia yang bercerita tentang sejarah, memiliki kepribadian berbeda-beda. Dalam menyusun cerita sejarah sebagai kisah, mereka berpendirian supaya cerita mereka bisa dipercaya dan bersifat obyektif. pada dasarnya setiap manusia yang menceritakan sejarah sebagai kisah, mau tidak mau mereka akan dipengaruhi oleh sifat-sifat mereka sendiri. Secara tidak langsung, setiap cerita yang dibuat, pastinya tidak dapat langsung dikatakan sudah objektif.
3. Sejarah sebagai peristiwa
Sejarah merupakan sebuah fakta yang hadir dari masa lalu, merupakan sebuah kejadian yang nyata dan benar-benar terjadi pada masanya. Sejarah menyajikan penggambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, lebih spesifiknya yang dialami oleh manusia. Kemudian peristiwa itu disusun secara ilmiah, di dalamnya terpadat gambaran waktu tertentu, kemudian diberi tafsiran, dan dianalisis secara kritis agar mudah dipahami dan dimengerti.
Peristiwa dalam sejarah itu benar-benar terjadi pada masa lampau, didapat dari berbagai sumber sejarah yang tepat. Secara umum manusia tidak dapat mengingat keseluruhan kejadian yang pernah dialaminya, ia juga tidak selamanya dapat diingat secara lengkap oleh suatu kejadian. Oleh karena itu, tidak heran kalau banyak peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang kemudian hilang. Pada umumnya yang hilang itu sebagian besar belum bisa ditemukan kembali.
Untuk merekam peristiwa-peristiwa sejarah, tulisan menjadi alat yang banyak digunakan oleh manusia dalam menceritakan dan menyatakan pikirannya. Melalui tulisan, pikiran-pikiran manusia akan hidup jauh lebih lama, dibandingkan dengan sekadar ucapan verbal. Melalui tulisan pula manusia dapat mengingat dan menambah daya pengetahuannya. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang ingin merekam kejadian atau peristiwa yang dialami dengan menulis. Dengan begitu, sejarah sebagai peristiwa bisa dapat teruji kebenarannya, dan meminimalisir kehilangan-kehilangan momen penting peristiwa sejarah.
4. Sejarah Sebagai Seni
Sejarah sebagai seni memiliki maksud sebagai suatu kemampuan menulis yang baik dan juga menarik mengenai suatu kisah atau peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Jadi, sebenarnya istilah ini sangatlah melekat dalam diri seorang yang berprofesi seni sejarawan karena mereka sering kali menceritakan kisah-kisah sejarah.
Dalam menulis kisah sejarah tersebut tentunya seorang sejarawan tidak sembarangan agar tulisan yang ia buat menjadi menarik untuk dibaca. Oleh karena itu, seni dibutuhkan dalam penulisan karya sejarah. Hal ini karena apabila hanya mementingkan data-data, akan sangat kaku dan pembaca pun akan cepat bosan.
Realitas memperlihatkan, sebagaimana karya-karya kategori sejarah lainnya, seperti sejarah politik, sejarah sosial, sejarah kebudayaan, dan sejarah ekonomi, karya-karya sejarah seni pada umumnya masih menjadikan sumber tertulis sebagai sumber utama penulisan atau bahkan sumber satu-satunya dalam merekonstruksi sejarah seni.
Dengan demikian, karya sejarah seni lebih banyak lahir dalam bentuk konvensional, sebagaimana yang dapat dilihat dewasa ini, yakni karya sejarah yang secara substansial didominasi oleh deskripsi atau narasi yang bersifat tertulis. Padahal, kenyataan memperlihatkan bahwa sumber-sumber yang dapat digunakan untuk merekonstruksi sejarah seni tidak hanya berupa sumber tertulis.
Namun juga, sumber benda, sumber lisan, dan sumber visual, bahkan keberadaan sumber visual semakin hari tampak semakin mendominasi sumber sejarah untuk kepentingan rekonstruksi sejarah, termasuk di dalamnya sejarah seni. Disadari atau tidak, saat ini pun manusia modern tengah memasuki era yang dinamakan era kebudayaan nirkertas atau paperless culture.
Secara umum, sumber visual, memiliki dua pengertian besar. Dalam arti luas, sumber visual mencakup semua sumber sejarah, baik sumber tertulis, sumber lisan, maupun sumber benda, atau sejalan dengan pengertian visual menurut Barnard (1998:11-18), yakni, “everything that can be seen“. Dalam pengertian sempit, sumber visual hanya mencakup sumber-sumber berbentuk gambar, baik bergerak maupun tidak bergerak, seperti foto, lukisan, ukiran, dan film.
Sumber-sumber visual tersebut tersaji bisa dalam bentuk CD-ROMs, DVDs., video tapes, photographic data-bases, internet search engines, maupun digital archives. Untuk selanjutnya, sumber visual yang dimaksud dalam tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai sumber visual dalam pengertian sempit, yakni sumber-sumber sejarah berbentuk gambar, baik bergerak maupun tidak bergerak.
Minimnya penggunaan sumber visual serta derasnya realitas kemunculan sumber visual sebagai sumber sejarah secara eskplisit memperlihatkan medan tantangan yang perlu dijawab untuk menjadikan sejarah seni tidak sekadar tetap eksis tetapi juga mampu tampil semakin menarik, enak dilihat dan dibaca, serta mudah dipahami atau dalam bahasa Kuntowijoyo (2008:16) menjadikan pembaca cerita sejarah “tergugah, merasa, dan mengalami”. Dengan demikian, sejarah seni pun diharapkan akan lebih mampu memenuhi tiga fungsi sejarah, sebagaimana dikemukakan McCullagh (2010:301-303) yakni membangun identitas, mengidentifikasi tren-tren, serta memberi pelajaran tentang nilai-nilai.
Berbagai argumentasi tentu dapat dikedepankan tentang faktor penyebab masih minimnya penggunaan sumber visual sebagai sumber sejarah serta belum populernya konstruk sejarah visual dalam rekonstruksi sejarah seni. Namun, satu hal yang sulit terbantahkan bahwa besar kemungkinan kondisi tersebut disebabkan oleh belum adanya pemahaman yang baik tentang keberadaan sumber visual, penggunaan sumber visual sebagai sumber sejarah, serta yang lebih penting, pemahaman tentang sejarah visual, baik yang menyangkut konsep, konstruk maupun metode penelitian.
Ciri – ciri sejarah sebagai seni
• Intuisi, yaitu kemampuan dalam mengetahui atau memahami sesuatu secara langsung mengenai sebuah topik yang diteliti.
• Emosi, yaitu luapan perasaan yang berkembang dan masuk ke dalam penulisan tersebut.
• Gaya bahasa, yaitu cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan.
• Imajinasi yaitu saya pikiran untuk mengembangkan kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang.
Berikut ini lima contoh sejarah sebagai seni dan sedikit penjelasannya.
1. Tarian Tradisional
Contoh pertama sejarah sebagai seni adalah tarian tradisional. Jika kita amati secara teliti, nilai yang terkandung dalam tarian tradisional atau tarian adat tidak hanya sebagai hiburan atau kesenian saja, tetapi ada unsur sejarah di dalamnya. Dalam tarian tradisional yang biasa kita lihat, terkandung unsur-unsur emosi, imajinasi, intuisi dan gaya bahasa.
2. Seni Patung
Contoh sejarah sebagai seni yang kedua yakni seni patung. Beberapa peninggalan sejarah yang ada di Indonesia dibuat dengan perwujudan patung. Patung tersebut memiliki keindahan dalam bentuknya, tetapi di dalamnya juga terkandung unsur-unsur sejarah. Oleh karena itu, patung termasuk ke dalam contoh sejarah sebagai seni.
3. Seni Pahat
Seni pahat merupakan salah satu contoh dari sejarah sebagai seni. Seni pahat bisa kita jumpai di beberapa peninggalan sejarah yang berupa candi-candi maupun arca. Seni pahat dibuat dalam bentuk tiga dimensi biasanya berupa relief-relief gambar hewan maupun lainnya. Untuk mempelajari dan menelitinya dibutuhkan imajinasi dan emosi di dalamnya.
4. Seni Arsitektur
Seni arsitektur merupakan contoh sejarah sebagai seni yang keempat. Seni arsitektur terdiri atas candi, keraton, benteng, rumah adat, dan bangunan keagamaan lain. Bangunan tersebut memiliki nilai seni, sehingga kita membutuhkan imajinasi dan emosi untuk mengamati dan meneliti mengenai fungsi dan kegunaan bangunan seni arsitektur tersebut.
5. Pakaian Adat
Pakaian adat merupakan contoh terakhir sejarah sebagai seni dalam artikel ini. Pakaian adat merupakan pakaian yang menjadi simbol suatu daerah tertentu. Pakaian tersebut mengandung unsur seni dan unsur sejarah didalamnya. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat masing-masing, pakaian tersebut merupakan warisan sejarah dari pendahulunya atau nenek moyangnya zaman dahulu.
Dari berbagai sumber
Paya Kareueng Bireuen, 23 Oktober 2022
IFWADI
Mahasiswa Pasca Sarjana PIPS Almuslim Bireuen
Kepala UPTD SMPN 3 Peusangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar