IFWADI, S.Pd

Foto saya
Bireuen, Aceh, Indonesia
KETUA MGMP IPS SMP BIREUEN

Senin, 17 Agustus 2020

HUT REPUBLIK INDONESIA KE 75 (CUT NYAK DHIEN)

Dirgahayu Republik Indonesia Yang Sudah 75 Tahun:

Kisah  Pengasingan Tjut Nya’ Dhien  di Sumedang, Jawa Barat
 
Biografi Pahlawan Nasional Aceh : CUT NYAK DHIEN (Serial Pahlawan  Indonesia) | Glory Travel & Tours
Tanggal 6 Nopember yang lalu genap sudah 75 tahun ia beristirahat untuk selama-lamanya di tanah perbukitan Gunung Puyuh yang damai itu. Jauh dari sanak saudaranya, jauh dari kampung halamannya, jauh dari teman-teman seperjuangan yang sempat tercatat arti keperkasaannya, dan jauh dari orang-orang yang teramat dikasihaninya. 

Dia pergi dalam sepi. Namun semangat juangnya tak akan pernah terbawa serta.
 
Ia memang diasingkan ke kota kecil ini, setelah bertahun-tahun hidup di alam yang amat keras, menghunus rencong dan bergerilya dari hutan ke hutan seraya meyakinkan bahwa seorang wanita pun mampu melakukan tugas-tugas dan tanggung jawab yang paling berat sekalipun.

Memimpin sendiri perang gerilya melawan penjajahan Belanda sekaligus menggantikan posisi suaminya, Teuku Umar, setelah suami yang dikasihaninya ini gugur dalam pertempuran tanggal 11 Februari 1899, delapan puluh empat tahun yang silam.
 
Cut Nya’ Dhien, putri  bangsawan yang lahir tahun 1848 di Kabupaten Aceh Besar ini agaknya memang ditakdirkan untuk terbiasa menerima kenyataan hidup sebagai keluarga pejuang. Mewarisi  patriotisme ayahandanya Teuku Nanta Setia,

Hulubalang Mukim di Peukan Bada, suami pertamanya Teuku Syeh Ibrahim  gugur terlebih dahulu dalam sebuah pertempuran seru di Montasiek. Tjut Nya’ Dhien kemudian menikah dengan Teuku Umar dan selama belasan tahun lamanya menyertai  suaminya ini memimpin perang Aceh yang terkenal itu.

Satu-satunya anak yang diperolehnya dalam perkawinannya yang kedua tersebut, Tjut Gambang, dipersunting pula oleh Teuku  Mayet, putra  TeukuTjik Ditiro, seorang diantara pahlawan Aceh lainnya.

Selanjutnya kehidupan “Srikandi  Aceh” ini lebih banyak dihiasi dengan cerita-cerita kepahlawnan, terlibat dalam pertempuran demi pertempuran, kemudian didera oleh perasaan hidup sebagai pejuang. Enam tahun lamanya  ia melanjutkan perjuangan almarhum suaminya, memimpin pasukan gerilya ke hutan-hutan belantara dan menghasilkan pertempuran-pertempuran seperti halnya yang terjadi di Lampage,, Lampinang Moegoe dan sebagainya.

Sengaja ditangkapkan
Sesungguhnya kondisi fisik Tjut Nya’ Dhien sudah hampir tak memungkinkan untuk terlibat dalam pertempuran. Entah mengapa mungkin karena gizi makanan yang tidak memadai selama bergerilya atau karena suatu penyakit, kedua matanya merbun dan terancam kebutaan, sementara kesehatan tubuhnya jauh merosot. 

Berulang kali teman temann terdekatnya mengusulkan agar ia beristirahat atau menyerah saja ke pihak musuh. Mereka tak sampai hati melihat penderitaannya.       
Tetapi apa jawaban wanita yang keras hati ini?

Dengan tegas beliau menolak dan menganggap suatu kehinaanlah bila menyerah pada “Khape”, kafir, yang telah membunuh serta menodai  kehormatan anak negerinya. Ia tak sedikitpun menggubris usul tersebut.

 Dengan sisa tenaga yang ada ia tetap hadir memimpin pertempuran-pertempuran, lari dari sergapan serdadu Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih modern dan dengan garang meneriakkan 
“Perang Kaphe, bek jigidong tanoh Aceh! Perangi kafir, jangan dipijaknya tanah Aceh.”

Namun bagaimanapun juga, wanita perkasa ini telah teramat lelah untuk sebuah tugas dan tanggung jawab besar. Kecuali tekad serta semangat yang kuat dengan didasarkan keyakinan pada ridho Tuhan terhadap jalan yang ditempuhnya sebagai muslimah teguh, hampir tak banyak lagi tenaga yang dimilikinya. Kesehatannya merapuh.

Di suatu hari di bulan Nopember 1905, Pang Laot, teman seperjuangannya yang merasa   tak sampai hati melihat penderitaannya, memberitahukan tempat persembunyiannya Tjut Nya’ Dhien pada pasukan patrol Belanda.

Tanggal 6 Nopember 1905, ia disergap oleh pasukan Belanda yang dipimpin sendiri oleh kapten Veltman dan Letnan van Vuuren  di  Rigaih, Meulaboh, Aceh Barat. Wanita gagah berani ini tertangkap atau lebih tepat bila disebut sengaja ditangkapkan.

Atas perintah Jenderal van Daalen, Tjut Nya’ Dhien diasinkan ke kota Sumedang di Jawa Barat. Kota kecil yang akhirnya mencatat hari-hari  akhir seorang wanita berhati baja ini.

Siapa guru mengaji  itu?
Tak banyak orang Sumedang yang mengerti mengapa perempuan tua yang hampir buta total itu tiba-tiba berada di kota mereka. Bupati Sumedang waktu itu, Pangeran Aria Suriaatmadja, hanya memberitahukan pada Mbak Soleha bahwa  ia putri bangsawan Aceh.

Karena itu ia harus dirawat dengan sebaik-baiknya. Tak lebih.
“Orang Sumedang akhirnya memanggilnya Eyang Prabu Aceh” tutur R.A.Bulkini, seorang yang dipandang amat paham dengan seluk beluk dengan sejarah sumedang. Menurut penuturannya, walaupun ketika ia masih bocah, namun kisah tentang kehadiran Tjut Nya’ Dhien di Kota Smedang cukup menarik perhatiannya saat itu.

Orangtuanya yang tinggal berdekatan dengan tempat kediamannya Tjut Nya’ Dhien sekitar daerah Kauman, Sumedang. Menceritakan bahwa Eyang Prabu Aceh yang tak lain adalah Tjut Nya’ Dhien tersebut amat dihormati oleh masyarakat sekitarnya.

Rambutnya yang masih menghitam dalam usianya yang tua terpelihara panjang, tubuhnya tampak cukup tinggi untuk ukuran wanita sekarang sementara wajahnya memperlihatakan keteguhan hatinya yang luar biasa. 

Ia menempati sebuah rumah yang tak bnayak berbeda dengan rumah-rumah orang Sumedang lainnya. Berpanggung dan dinding bambu pilihan. Dalam masa perasingannya ini  Tjut Nya’ Dhien lebih banyak melewatkan hari-harinya  dengan mengajarkan agama Islam serta mengadakan pengajian Al-Qur’an bagi masyarakat sekitarnya yang masih mampu mengaji.

“Kepintarannya menghapalkan ayat-ayat Al Qur’an kendati dengan keadaan mata yang tak bisa melihat lagi benar-benar menimbulkan kekaguman sera rasa hormat masyakat Sumedang.” Demikian Pak Bulkini.

Tinggal bersama salah seorang anak angkatnya yang turut bersamanya dari Aceh dan dikenal dengan Teungku Nanak oleh masyarakat Sumedang. Tjut Nya’ Dhien tak pernah mau dikasihani walaupun baginya  telah diperbantukan Mak Soleha untuk merawatnya sehari-hari

Ia tetap berbelanja seorang diri ke pasar dan melakukan kegiatan biasa rumah tangga seperti halnya ibu rumah tangga lainnya.

Sepengetahuannya  orang-orang tua yang menceritakan pada anak-anaknya, Eyang Prabu Aceh memiliki cukup banyak perhiasan untuk dijualnya bagi mencukupi kebutuhannya sehari-sehari. 

Kadang-kadang orang tak bersedia dibayar karena mereka tahu betapa besar jasanya mengajarkan agama pada orang lain,” cerita pak Bulkini. Menurutnya, banyak masyarakat Sumedang menjadi lebih paham agama Islam berkat ajarannya.

Sementara kebenciannya terhadap Belanda tetap mengental.

“kata orang, bila sekali waktu ia bersonsongan dengan serdadu Belanda di pasar, Eyang Prabu Aceh sengaja menabraknya secara kasar,” lanjut Pak Bulkini.

Tiga tahun menjalani masa pengasingannya di Sumedang, tepat tanggal dan bulan yang sama dengan saat penangkapannya di Aceh dulu, Tjut Nya’ Dhien menutup kisah hidupnya yang penuh suri tauladan itu.

Ia meninggal dengan tenang di rumah yang selama tiga tahun ditempatinya bersama anak angkatnya dan seorang ibu, Mak Soleha, yang setia merawatnya. Kaum kerabatnya mengantarkan wanita tabah dan pemberani  ini ke kompleks pemakaman leluhur Sumedang di Gunung Puyuh, tak begitu jauh dari kediamannya.

Lama setelah itu masyarakat Sumedang barulah mengetahui bahwa wanita yang dikenal Eyang Prabu Aceh tersebut tidak lain dari Thut Nya’ Dhien, perempuan yang menggemparkan Aceh itu. Peranannya dalam memperjuangkan kemerdekaan baru diketahui masyarakat Sumedang belakangan hari,” ujar R.A.Bulkini.

Tak ada yang mengetahui bagaimana perasaan wanita perkasa ini pada hari-hari terakhir dalam hidupnya yang jauh dari sanak saudaranya. Siapa lagi orang terdekatnya yang bisa bercerita tentang dirinya di Sumedang? Mak Soleha telah lama meninggal dunia.

Dan di rumah bersejarah itu, kini sudah tiga generasi turunan Mak Soleha menghuninya. Bila ditanya pada penduduk yang tinggal di sekitarnya dimana  gerangan bekas rumah Tjut Nya’ Dhien, maaf… tak seorangpun yang tahu. Mereka hanya tahu rumah Ceu Neng, cucu Mak Soleha almarhumah.

Sembari duduk di tangga itu, seakan terbayang rasanya wanita berhati baja itu di bilik tengah. Tujuhpuluh lima tahun yang lalu mungkin ia sedang duduk mengaji di
situ. Betapa tabahnya dia. *** ( Liestihana Mz )

TAK ADA YANG MENYANGKA 
DIALAH  PEREMPUAN  YANG  MENGGEMPARKAN  ITU

( Sumber: Majalah KARTINI – 237 Tahun 1983 halaman 44 – 45 )
*Catatan kemudian:

1. Tertulis  Teuku  Mayet, putra  Teuku  Tjik Ditiro,, seharusnya Teungku 
2. Beberapa nama tempat juga terjadi kesalahan ejaan seperti Lampinang, Lampage; Seharusnya: Lam Pineueng, Lam Pageue, dan lain-lain.
3. Begitu Besarnya Pengorbanan Cut Nyak Dhien bagi Agama, Bangsa dan Negeri Beliau .....Kita telah Berbuat Apa???!!!!.

- Bekas Bale Tambeh, 25  Haji 1441 atau  25 Zulhijjah  1441 H  bertepatan  15 Agustus 2020 M, pukul  04.30 wib.,

- Penyalin Majalah  KARTINI:    ( T.A. Sakti )
Paya Kareueng, Bireuen, 17 Agustus 2020 (Ifwadi Taib)

Rabu, 12 Agustus 2020

Gema Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 75

GEMA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE – 75:
Bung Karno Pergi Ke Sumatra
-( Tapi dapat uang di Aceh!)

Tujuan utamanya mengumpulkan uang untuk membeli pesawat terbang.

Jelasnya RI pada tahun 1948  itu perlu jembatan udara, untuk menerobos blokade udara Belanda. Juga agar hubungan daerah defacto Jawa dan Sumatra lebih lancar.

Namun hanya di Aceh Bung Karno   berhasil dapat uang yang cukup untuk dibelikan sebuah pesawat DC 3 “Dakota”. Karenanya pesawat itu diberi nomor registrasi RI-001 Seulawah.
Seulawah merupakan nama gunung terdapat di Aceh.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer ke-II, pesawat RI-001 Seulawah turun mesin (overhaul) di luar negeri. Karena keadaan tidak memungkinkan pesawat itu kembali ke tanah air,  Seulawah lalu dioperasikan di luar negeri untuk tujuan komersial, guna mencari dana bagi keperluan perjuangan kemerdekaan RI.

Untuk Legalisasinya, pada 26 Januari 1949 dibentuk Indonesian Airways yang berpusat di Rangoon, Birma. 

RI-001 Seulawah melayani penerbangan sipil, tapi juga penerbangan militer , untuk operasi keamanan dalam negeri Birma. Dengan demikian RI_001 Seulawah merupakan usaha penerbangan niaga pertama Indonesia yang beroperasi di Birma.

Hasilnya keuntungan pesawat RI-001 Seulawah digunakan untuk membeli Dakota baru, yang diberi nomor registrasi  RI-007 dan RI-009 hasil pengoperasian untuk membiayai Perwakilan RI dan  taruna/pelajar Indonesia yang tengah tugas belajar di India dan Filipna. 

Jasa Dakota lainnya adalah memasukkan senjata ke Aceh. Dari sinilah hubungan Radio antara pemerintah dengan Perwakilan RI di PBB diselenggarakan.

Setelah pengakuan kedaulatan RI,  Indonesian Airwasy  mengakhiri kegiatannya di Birma. Pesawat RI-001 Seulawah beserta anak buahnya kembali ke pangkalan induknya AURI, sedangkan pesawat RI-007 dihadiahkan kepada rakyat Birma sebagai tanda terimakasih.

Duplikat RI-001 Seulawah diabadikan di Museum ABRI Satriamandala . Suasana pangkalan udara Mingaladon, Rangoon, Birma  yang merupakan pangakalan  pusat kegiatan pesawat Indenesian Airways  diabadikan dalam diorama.

Catatan: Tulisan ini  disertai foto pesawat dan diorama pangkalan udara Mingaladon, Birma.

( Sumber: Majalah  JAKARTA- JAKARTA no. 07 Nopember 1983 halaman  53).

*Tambeh: Judul utama dan sub-judul ( dalam kurung)  adalah tambahan  dari saya ( T.A. Sakti )

^Bekas Bale Tambeh: 11 Agustus 2020,  pkl.  21.44 wib.

Senin, 10 Agustus 2020

HUT Republik Indonesia ke 75

MEMPERINGATI   HUT  KEMEDEKAAN  RI   KE -  75:

Pesawat Pertama Indonesia  ITU  dari  Singapura Mendarat di Yogyakarta!

YOGYAKARTA, (26/6 ) – Pesawat DC-3 ``Dakota`` register RI-001 bernama `` Seulawah`` sumbangan rakyat Aceh untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia, meliputi penembusan blokade wilayah udara Indonesia dengar dunia luar, dikembalikan secara resmi kepada rakyat Aceh, Selasa 26 Juni, untuk diabadikan sebagai monumen patriot dan nasiolisme, keikhlasan beramal secara gotong royong menghimpun dana bagi perjuangan bangsa.
 
Pesawat yang merupakan replika pesawat asli ini diserahkan secara resmi oleh Komandan pangkalan Udara Utama (Lanuma) Adisucipto Kolonel penerbangan Aloan Silalahi, selaku penanggung jawab pengabdian benda-benda bersejarah TNI-AU kepada Markesal pertama TNI Suwakarta, kepala staf Komando paduan Tempur Udara (Kopadara) yang kemudian menerbangkan pesawat tersebut menuju Aceh. Sedangkan Co Pilot Mayor penerbangan Sutrisno dari Kopadara.

Upacara pelepasan pesawat `` Seulawah `` berlangsung khidmat di Lanuma Adisucipto, dihadiri oleh jajaran TNI- AU, Pesawat tinggal landas bersamaaan dengan terbitnya matahari di ufuk timur, 
Pesawat mencapai Aceh dengan mengulusuri rute bersejarah, Maguwo (Adisucipto) – Halim Perdanakusumah- Jambi-Payakumbuh dan berakhir  di Aceh. 

Modal Pertama 
Pesawat Dakota RI-001 ``Seulawah ``yang dalam sejarahnya menjadi modal utama yang mengembangkan kekuataan udara Indonesia, baik militer maupun penerbangan sipil, tiba di Indonesia dari Singapura akhir Oktober 1948 dan lansung mendarat di pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta.

Kehadiran pesawat Dakota itu membuktikan pula, rakyat Aceh termasuk yang mendahului daerah  propinsi lain di Sumatera dalam pemenuhan imbauan Presiden pertama RI Sukarno untuk ’’ Dana Dakota``. 

Sengaja imbauan ’’ Dana Dakota``didengungkan rakyat untuk rakyat di Sumatera, karena waktu rakyat di sana memiliki potensi bagi pengadaan pesawat terbang untuk mendukung perjuangan bangsa menegakkan kemerdekaannya. 
Dakota Seulawah berhasil melaksanakan tugasnya di bidang Hankam Non-hankam seperti mengakui Wakil Presiden  Mohammad Hatta dan rombongan ke daerah-daerah di Sumatera dari Maguwo menuju Jambi Indonesia, antara Sulawesi dan Jawa, mengangkut perbekalan militer, termasuk di dalamnya amunisi dari Rangoon  ke Aceh.

Hubungan udara Rangoon – Aceh yang pada suatu waktu pernah terganggu gigihnya perlawanan gerilya rakyat Aceh terhadap Belanda, menjadikan Pesawat RI-001 harus di daratkan di Pangkalan Udara Lhok Nga.     
            
Pertahanan  
Pesawat Dakota RI-001 dapat  disebut juga sebagai besar modal pertama pembangunan perusahaan penerbangan ’’ Garuda Indonesian  Airways’’ (GIA) 

Dengan terputusnya hubungan udara di  tanah air akibat ketatnya pertahan udara Belanda, menyetujui prakarsa Opsir Udara Ir Wiweoko Soepono, sekarang Dirut PT Garuda, untuk mendirikan perwakilan usaha penerbangan RI yang berpangkalan di Rangoon.

 Pesawat Dakota RI- 001 dengan nama ’’ Seulawah’’ yang dijadikan modal pertama Indonesia di luar negeri antara lain dipergunakan mendukung biaya pendidikan para penerbangan dan petugas penerbangan lainnya yang belajar di India. 

Juga untuk mendukung pembiayaan perwakilan RI di Rangoon, Pakistan dan India serta membeli dan merawat pesawat Dakota lainnya RI-007 ’’Yogyakarta”. 

 Pada waktu ’’ Aksi Militer” Belanda ke-II dilancarkan, 19  Desember 1948, Pesawat  RI-001 Seulawah secara kebetulan sedang ada di India untuk perawatan berkala dan menambah perlengkapan tangki untuk pernerbangan jarak jauh.     

Pesawat Dakota RI-001 ’’Seulawah’’ kembali ketanah air setelah pemulihan kedaulatan negara RI dan mengakhiri tugasnya 3 Agustus 1950.

(Sumber: Harian Kedaulatan Rakyat, 27 Juni 1984,  halaman 12. Koran ini terbit di kota Yogyakarta). 

KR 27-6 1984   hlm 12.    
*Disalin kembali oleh T.A. Sakti
**Bekas Bale Tambeh: 10 Agustus  2020, pukul 06.59 wib., Meeerrrrdekaaaaa!!!!!!!.
Tapi 

- Menjelang saya  jak sale droe ( berdiang di api) pakai arang ngon bak reudeuep ( dan batang dadap)  bagi mengobati beragam penyakit. Berobat ala kuno dalam tradisi Aceh ini sudah melintasi berbilang abad. Banyak peperangan yang dilalui rakyat Aceh ikut melibatkan ubat seumale ini!!!. 

Dulu, ketika bayi-bayi mungil Aceh baru lahir; Ibunya  melakukan pengobatan  “madeueng” (bersale atau berdiang di balai yang di bawahnya dihidupkan api) selama 44 hari. 

Tradisi madeueng inilah yang menetaskan perempuan-perempuan tangguh di Aceh, sebagai Pahlawan Nasional: Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan Pocut Keumala Hayati, serta Pahlawan Daerah Aceh: Pocut Meurah Intan, Pocut Baren, Teungku Fakinah dll

Paya Kareueng, Bireuen 10 Agustus 2020
Ifwadi Taib

Jumat, 07 Agustus 2020

HUT Republik Indonesia ke 75

MENYAMBUT     HUT    KE- 75  KEMERDEKAAN  NEGARA   KESATUAN    REPUBLIK   INDONESIA:      
Peristiwa  sejarah Indonesia  yang    tersembunyikan!

PENGAKUAN   PERTAMA  KEMERDEKAAN  REPUBLIK   INDONESIA   OLEH  MESIR   DAN   LIGA   ARAB

Oleh: T.A. Sakti – Pensiunan  Dosen  Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah

“Bilamana negara-negara Arab dan Islam tidak juga  mengakui kemerdekaan Indonesia, negara-negara manakah  lagi yang akan mengakuinya, karena merekalah seharusnya yang tercepat menyatakan pengakuan itu. “,  seruan Radio Republik Indonesia dalam bahasa Arab dari Yogyakarta, yang ditujukan kepada negara-negara Liga Arab yang tengah bersidang di Kairo, Nopember 1946 “( M. Zein Hassan Lc.Lt  dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri”, Bulan Bintang, 1980, hlm 177).

“Kami telah mendengar bahwa Liga Arab telah mengamanatkan kepada negara-negara Arab anggotanya supaya mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka dapatlah digambarkan bagaimana besar kegembiraan kami menyambut kedatangan Tuan  untuk menyampaikan kepada kami keputusan itu.

Atas nama bangsa Indonesia  kami mengucapkan terima kasih kepada Liga Arab  atas keputusan besar yang didasarkan atas persahabatan  dan keikhlasan itu” ( Bung Karno,  ketika memberi  kata-kata sambutan  kepada Utusan Istimewa Liga Arab  Abdulmun’in, tgl. 15 Maret 1947, buku yang sama, hlm 194 ).

SEKARANG, ada orang yang merasa heran dan bertanya:   kenapa Republik Indonesia selalu berpihak dan mendukung negara-negara Arab  dalam sengketa Arab – Israel dalam  masalah Palestina???.

 Orang yang merasa heran itu, mungkin telah melupakan sejarah. Atau memang sama sekali  tidak mengetahui tentang peristiwa sejarah itu.  Karena hingga dewasa ini, disengaja atau tidak,  memang Peristiwa Sejarah itu  masih  tertutup bagi pengetahuan umum rakyat Indonesia.  Mudah-mudahan ke depan, setelah Indonesia Merdeka 75 tahun, bangsa Indonesia semakin terbuka mengenai sejarah awal  berdirinya negara ini!.

Keakraban hubungan antara rakyat di kepulauan  Nusantara  kita dengan rakyat Timur Tengah telah berlangsung berabad-abad.  Terutama ketika agama Islam telah dianut oleh mayoritas  penduduk negeri kita.  Khusus hubungan dengan  rakyat atau tokoh-tokoh Palestina, ada beberapa peristiwa penting  yang perlu kita catat di sini. 

Pada   16 September 1944 Radio Berlin menyiarkan pidato  ucapan selamat dari tokoh pejuang Palestina  atas  “pengakuan  Jepang”  terhadap  kemerdekaan Indonesia. Saat itu pejuang Palestina Amin Al Husaini  berada di Jerman karena melarikan diri dari tangkapan Sekutu, yang telah menduduki Palestina dan Timur Tengah. 

Sebenarnya ucapan selamat tersebut keliru,  karena Indonesia tidak pernah dimerdekakan oleh Jepang. Yang benar, hanya Jepang memberi  janji, bahwa Indonesia akan dimerdekakan pada  suatu hari nanti. 

Tapi lantaran sangat mencintai perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia, janji kemerdekaan itu oleh Mufti Besar  Amin Al Husaini langsung mengumumkan bahwa Indonesia telah merdeka.  Pengumuman  tokoh Palestina ini sempat menggoncangkan seluruh Timur Tengah, karena Harian Al Ahram, Kairo turut memberitakannya.

Biar pun  kemudian berita itu dibantah oleh Kedutaan Belanda di Kairo melalui Harian “Le Journal  d’ Egypte”  yang juga terbit di Kairo,  namun karena jangkauan Harian Al Ahram cukup luas, pengaruh ucapan selamat Amin Al Husaini  memberi  keuntungan bagi pejuang-pejuang Indonesia untuk  masa –masa selanjutnya.   

Sesudah kembali ke Mesir karena mendapat suaka politik di sana, Amin Al-Husaini masih tetap gigih membantu perjuangan Indonesia. Dan ia cukup dikenal dan disegani di negara-negara Arab.

Salah seorang tokoh Palestina lainnya yang sangat kuat mendukung perjuangan Indonesia di luar negeri adalah Mohammad Ali Atthahir. Dengan surat kabarnya Assyura (pembela Bangsa-bangsa Terjajah), setiap hari menyiarkan berita-berita yang selalu merugikan posisi kolonial Belanda di arena internasional.

Ketika Delegasi Republik Indonesia berada di Kairo untuk menandatangani persahabatan dengan negara-negara Arab, Muhammad Ali Atthair ikut memberi  kehormatan kepada delegasi dengan jamuan makan malam di kantornya. 

Sekali waktu, Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Kairo kesulitan keuangan, tanpa ragu-ragu uang simpanan  Mohammad Ali Thahir di Bank diserahkan kepada Ketua Panitia. 

Jadi, dukungan Indonesia kepada perjuangan Arab sekarang ini, disamping memang karena politik luar negeri Indonesia “bebas aktif”,  tentu jelas  pula karena kita telah banyak menerima jasa orang disaat-saat pahit dahulu. Singkatnya, ada budi-ada talas. 

Bukankah kita terkenal sebagai bangsa kaya budi?. Tapi, mengapa kita menyembunyikan jasa orang?!.  

PERHIMPUNAN INDONESIA RAYA
Jauh sebelum Indonesia terjajah, jamaah haji dari negeri kita pergi ke Mekkah sudah termasuk besar jumlahnya setiap tahun. Diantara mereka ada yang tidak langsung pulang selepas ibadah haji. Mereka menetap di sana beberapa tahun. 

Bahkan tidak jarang pula yang menetap langsung di sana. Tidaklah heran, jika sampai sekarang terdapat tokoh-tokoh negara Arab Saudi yang berasal dari keturunan Indonesia. Masyarakat asal Indonesia tidak hanya tersebar di kota Mekkah-Madinah saja, tapi merata ke seluruh Timur Tengah, seperti Mesir, Irak, Negeri Syam(Suriah sekarang), Palestina dan lain-lain.

Penjajah Belanda yang sedang menguasai Indonesia, tahu betul peranan yang dapat dimainkan warga Indonesia di sana, bila suatu hari jika  mereka bersatu. Jauh sebelum hal itu terjadi pihak Belanda telah menghamparkan ranjau-ranjau penghalang kearah persatuan itu. 

Belanda mengawasi mereka dari kegiatan politik. Rasa kedaerahan ditanamkan sedalam-dalamnya kepada setiap kelompok mereka, yang berasal dari berbagai suku. Senjata yang paling ampuh saat itu adalah masalah perselisihan(khilafiah) dalam hukum Islam.

Hadirnya seorang ahli hukum Islam Snouck Hurgronje dengan nama samaran Abdul Ghaffar di Mekkah adalah dalam rangka politik de vide et impera (pecah belah) itu. Sebagaimana kita ketahui, setelah cukup mahir hukum Islam Abdul Ghaffar ini dikirim ke Indonesia untuk membantu Belanda yang sedang digempur di medan perang Aceh.

Tahun 1923 di Kairo terbentuk organisasi Al-Jamiyatul   Khariyatul Jawiyah (Perhimpunan Kebaktian Jawi). Masa itu, orang-orang asal Indonesia di sana hanya dikenal dengan nama orang  Jawi saja. Organisasi ini semakin maju dari hari ke hari, terutama bergerak di bidang sosial.

Tahun 1926, pimpinannya  Janan Thaib diutus ke negeri Belanda untuk menjalin hubungan dengan organisasi Perhimpunan Indonesia, ketika itu masih diketuai oleh  Muhammad Hatta; proklamator R.I.  Dari pengiriman utusan ini menunjukkan, bahwa Perhimpunan Kebaktian Jawiyah di Mesir juga telah bergerak di bidang politik pula. 

Awal tahun 30-an (1932-pen) Perhimpunan Indonesia Raya(PIR) dibentuk di Kairo, diketuai oleh Abdul Kahar Muzakkir. Organisai ini memang tujuannya di bidang politik untuk perjuangan Indonesia. Sebagai saluran menyuarakan aspirasi, mereka menerbitkan beberapa bulletin atau majalah seperti Seruan Al-Azhar, Pilihan Timur, Usaha Pemuda dan Merdeka.

Sementara itu, organisasi perjuangan kemerdekaan Indonesia juga dibentuk di Mekkah dan Baghdad(Irak), sebagai cabang dari Perhimpunan Indonesia Raya di Kairo. Guna mengatasi kesulitan hubungan surat- menyurat antara oganisasi tiga kota (Kairo-Mekkah-Baghdad) itu, pihak Kedutaan Irak di masing-masing kota bersedia memberikan sebuah Kotak Pos di Kedutaannya untuk maksud itu. Sehingga kegiatan organisasi tersebut terhindar dari intelejen Sekutu – termasuk Belanda, yang sedang menguasai Timur Tengah setelah Perang Dunia I.

Perhimpunan Indonesia Raya inilah yang aktif berjuang di negara-negara Arab, baik sebelum proklamasi, lebih-lebih ketika memperjuangkan agar kemerdekaan Indonesia diakui pihak luar negeri.

Dukungan Liga Arab
Setiap menjelang tgl .17 Agustus setiap tahun sekarang kita sering mendengar dan membaca berita-berita sejumlah Presiden dan Menteri luar Negri  dari Negara-negara di dunia mengucapkan selamat atas penyambutan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Pemberian  “ucapan  selamat”  tersebut , merupakan suatu tanda persahabatan atau mengharapkan supaya hubungan antara negara yang bersangkutan dengan negara kita semakin erat di masa selanjutnya. Memang sesudah bulan Desember 1949, Indonesia semakin banyak punya hubungan diplomatik  dengan sejumlah besar negara di bumi ini.

Lain sekali keadaannya di masa sebelum Indonesia mendapat pengakuan negeri Belanda Desember 1949. Hampir semua negara di dunia acuh tak acuh untuk mengakui kemerdekaan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat, bahkan tidak jarang negara luar yang berpihak kepada Belanda, terutama Sekutu yang ingin mengembalikan Indonesia kepada Kolonial Belanda. 

HANYA  LIGA  ARAB  YANG PENUH    IKHLAS   MENYAMBUT  ULURAN  TANGAN    PERSAHABATAN INDONESIA  YANG  SEDANG  MENCARI   DUKUNGAN  LUAR   NEGERI!!!. 

Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak lansung diterima rakyat Indonesia di Timur Tengah. Hal ini karena usaha pihak Sekutu yang menguasai daerah itu, menutup rapat semua saluran informasi. Berita proklamasi baru diketahui setelah salah seorang pimpinan  Perhimpunan Indonesia Raya membaca hal itu di majalah “ vrij Nederland” , dalam bahasa Belanda. 

Walaupun belum begitu jelas bagaimana peristiwa besar tersebut terjadi, pihak PIR langsung menghubungi kantor-kantor redaksi Koran di Kairo. Maka gemparlah seluruh penjuru Timur Tengah setelah membaca berita kemerdekaan Indonesia dari Koran-koran setempat. 

Dapat disebutkan harian-harian yang punya jasa besar, turut berjuang dipihak Indonesia masa itu di Mesir seperti : Harian Al-Ahram,  Al-Misri, Al-Balad, Al-Muqattam, Al-Asas (Koran pemerintah), Al-Kutlah, Asshiyasah, Al-Dustur, dan tidak ketinggalan pula peranan dari pemerintah Mesir di Kairo. 

Harian-harian Timur Tengah lainnya, yang mendorong pemerintah masing-masing mengakui kemerdekaan Indonesia serta menyokong perjuangan Indonesia di bidang diplomasi adalah harian-harian: Addifa’, dan As-Syura, milik para Pejuang Palestina, Al-Qabas di Suriah, Al-Haq (Lebanon), Al-Bilad (Irak) dan lain-lain. 

KITA   DAPAT   MEMBAYANGKAN   BETAPA   BESARNYA   DUKUNGAN   RAKYAT   ARAB   TERHADAP PERJUANGAN   BANGSA    INDONESIA!!!.

Guna memberi  dukungan yang lebih positif lagi kepada perjuangan Indonesia, rakyat Mesir di bawah pemimpin-pimpinan mereka mengadakan rapat umum 16 Oktober 1945. Bedasarkan desakan berbagai pihak, selesai rapat tersebut dibentuklah sebuah badan yang disebut Panitia Komite Pembela Indonesia. 

Tugas panitia  ini adalah mempengaruhi pendapat umum (Public Oponion) rakyat Timur Tengah untuk kemenangan Indonesia. Panitia mendesak kerajaan Mesir dan negara-negara Liga Arab mengakui kemerdekaan Indonesia sepenuhnya. 

Ketua Panitia Komite Pembela Indonesia Jenderal Mohammad Saleh Harbi Pasya , yang pernah menjadi Menteri Pertahanan  Mesir. Diantara anggota panitia ini ialah Abdurrahman Azzam Pasya yang juga Seketaris Jendral (Sekjen) Liga Arab,  M.Ali  Attahir-pejuang Palestina dan semua tokoh Mesir di Kairo.

Yang jadi halangan besar bagi negara-negara Liga Arab adalah bercokolnya pihak Sekutu di hampir seluruh Jazirah Arab saat itu. Pihak Sekutu hendak mengembalikan penjajahan Belanda  di Indonesia, setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia Ke II.

Sementara   pihak Liga Arab hendak mengakui kedaulatan Indonesia. Kedua kekuatan tersebut mempunyai kepentingan yang sangat  bertentangan.

Setelah menempuh berbagai rintangan, barulah dalam  Sidang Liga Arab tgl. 18 November 1946 sidang memustuskan ,bahwa setiap negara anggota Liga Arab dianjurkan mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh, de facto dan de jure. 

Sidang  kali ini juga menugaskan kepada Sekjen Liga Arab untuk mengirimkan perutusan ke Indonesia guna menyampaikan maksud Liga Arab tersebut.

Pada mulanya Abdurrahman Azzam Pasya selaku Sekjen LIga Arab bermaksud memimpin sendiri  perutusan itu ke Indonesia. Tapi  niat baik Sekjen Liga Arab ini dihalangi oleh Sekutu, terutama Inggeris, yang tidak bersedia memberikan  visa kepada para perutusan. 

Inggeris yang menguasai penuh laut – darat – sejak dari Teluk Persi sampai Singapura menutup rapat laut dan angkasanya.

Walaupun mendapat banyak halangan , sebagai seorang pejuang yang pernah  beberapa kali masuk penjara karena menentang Inggris; Abdurrahman Azzam Pasya tidak pernah menyerah. Dia mengambil jalan pintas untuk menembus blokade Sekutu. 

Dengan penuh rahasia karena takut  diketahui mata-mata  Sekutu;  Abdurrahman Azzam Pasya menghubungi Konsul Jendral  Mesir di Bombay untuk berangkat ke Indonesia. Dengan menyamar sebagai turis, Konsul tersebut Abdulmun’im  berangkat dari Bombay, India menuju Singapura. 

Sampai di Singapura yang dikuasai Inggris, Abdulmun”im tidak mendapat pesawat yang menuju Indonesia. Semua pesawat terbang milik Belanda menolak menerima dia. Namun atas usaha Ktut  Tantri seorang wanita Amerika yang telah lama berjuang buat kita, akhirnya dapatlah sebuah pesawat Dakota. 

Saat itu di seluruh Indonesia sedang terjadi pertempuran-pertempuran  antara pihak Belanda bersama tentara Sekutu (Inggris) berhadapan dengan para pejuang yang  sedang mempertahankan kemerdekaan. Seluruh perairan Indonesia dikepung pihak  Sekutu (Inggris/Belanda). 

Bersama  Ktut  Tantri,  Abdulmun’im menyabung nyawa menembus blokade. Penerbangan  nekat tersebut akhirnya mendarat juga di lapangan terbang Maguwo, Yogjakarta. 

Sungguh suatu kemenangan besar bagi pejuang Indonesia di bidang diplomasi  dengan kedatangan Abdulmun’im. Tentang bagaimana keadaan rakyat Indonesia menerima utusan Liga Arab itu, dapat kita ikuti  dari pidato Bung Karno selaku Presiden Republik Indonesia saat itu di permulaan tulisan ini.

Utusan  Abdulmun’im, disamping bertugas menyampaikan keputusan sidang Liga Arab, juga membawa pesan agar pemerintah Indonesia dengan segera mengutuskan delegasi ke Timur Tengah.  Bersama-sama delegasi Indonesia, Abdulmun’im pulang ke Kairo untuk melapor hasil missinya di Indonesia. 

Mendengar kunjungan delegasi Indonesia ke negara-negara Arab, pihak Belanda dan sekutu-sekutunya makin mempergencar provokasi  mereka di  Timur Tengah. Namun fitnahan-fitnahan mereka dibantah tuntas oleh Panitia Komite Pembela Indonesia di sana, melalui harian-harian Kairo.

Perlu anda ketahui bahwa semasa kunjungan Utusan Istemewa Liga Arab ke Indonesia , Bung Hatta dianugerahi Tuhan seorang putri. Untuk mengenang kunjungan utusan Mesir – Liga Arab itu Bung Hatta memberikan nama anaknya;  Farida. Sebagai kenangan kepada Ratu Mesir isteri   Raja Farouk, yang punya saham besar dalam hal ini!.

Ahmad Sukarno
Dengan jumlah anggota delegasi empat orang,  yaitu Haji  Agussalim sebagai ketua, Abdurrahman  Baswedan(kakek dari Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta sekarang),  H.Muhammad Rasyidi, Mr. Nazir Pamuncak bertolaklah delegasi R.I. ke Timur Tengah. 

Sambutan meriah mereka terima ketika tiba di Kairo. Halaman-halaman muka harian Mesir dipenuhi dengan berita kedatangan delegasi.

Singkat cerita, Tgl.10 Juni 1947 (12 Rajab 1366 H ) berlangsunglah penandatanganan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir di gedung Kementerian  L uar Negeri. Pihak  Indonesia diwakili oleh H.Agussalim sebagai Menteri Muda luar negeri Indoneisa, sementara dipihak Mesir diwakili oleh Mahmud Fahmi Nukrasyi sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri.

Bersamaan penandatangan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir, sekaligus pula ditandatangani hubungan dagang dan kebudayaan  antara kedua negara.

Perjanjian persahabatan ini menentukan sekali bagi kedudukan Indonesia di arena internasional , karena hal ini peristiwa pertama kali terjadi sejak proklamasi 17 Agustus 1945. 

Dengan pengakuan Mesir secara penuh (de facto-de jure), Indonesia telah memenuhi  syarat internasional, sebagai satu negara yang sudah dapat duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan negara manapun di dunia ini. 

Kedutaan pertama R.I di luar negeri yaitu di Mesir.

Sesudah Mesir,  delegasi Indonesia menuju negara-negara  Arab lainnya. Sebagai hasil dari  missi kali ini Indonesia mendapat pengakuan resmi dari semua negara Arab yang sudah  merdeka, yaitu Suriah, Irak ,  Arab Saudi,  Yaman,  Lebanon,  yang kesemuanya anggota Liga Arab. 

Semasa delegasi masih di Irak, pihak Belanda di Indonesia melancarkan Aksi Militer pertama  (2 Juli 1947). Terhadap kejahatan Belanda ini reaksi rakyat Timur Tengah hebat sekali. 

Mesir dan Irak menutup pelabuhan udaranya bagi penerbangan pesawat Belanda. Sementara di setiap kota-kota Arab terjadi demontrasi protes. Buruh- buruh pelabuhan Port Said Terusan Suez membaikot semua kapal Belanda yang mengangkut serdadu Belanda. 

Sampai-sampai Sekjen Liga Arab, Jenderal Saleh Harb Pasya, Muhammad Ali Atthahir, Habib Bourqiba (pemimpin kemerdekaan Tunisia ) dan tokoh-tokoh Mesir lainnya ikut turun kejalan berdemonsrasi memprotes Aksi Militer itu.

Kebetulan pula, ketika Dewan Keamanan PBB bersidang, yang juga mempermasalahkan konflik Indonesia-Belanda, Jabatan Ketua Sidang saat  itu dipimpin  Faris Al- Khuri dari Suriah. Kedudukan yang menentukan dari salah satu anggota Liga Arab tersebut sangat menguntungkan Indonesia di sidang-sidang Dewan Keamanan PBB.

Salah satu hal yang jadi masalah Perhimpunan Indonesia Raya dan delegasi Indonesia di Timur Tengah adalah untuk menjawab pertanyaan wartawan tentang pribadi Presiden Indonesia. 

Setiap manyinggung nama Presiden Soekarno dalam wawancara dengan para wartawan pasti ada pertanyaan ‘ Apakah ia itu Muslim??? ’.   Kalau bagi Wakil Presiden tidak ada masalah, karena jelas perkataan ; Muhammad Hatta. Untuk mehilangkan   keraguan-keraguan  rakyat Timur Tengah, para pemimpin  Perhimpunan Indonesia Raya dan delegasi Indonesia sengaja menyebut nama Presiden Indonesia dengan sebutan  Ahmad Sukarno!.

Sungguh amat disayangkan, peristiwa sejarah yang agung ini, tidak pernah dimuat dalam buku-buku Sejarah Nasional Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah!. Kata pepatah:”Bagaikan kacang melupakan kulitnya”!.

Bekas Bale Tambeh, 17  Haji 1441 atau  17  Zulhijjah 1441 H 
bersamaan  7 – 8 – 2020 M, poh  7.30 pagi wib. ( T.A. Sakti )

Paya Kareueng Bireuen, 07 Agustus 2020.

Pendidikan

Pengertian Sejarah Sebagai Ilmu, Sebagai Kisah, Sebagai Peristiwa dan sebagai Seni

Pengertian Sejarah Sebagai Ilmu, Sebagai Kisah, Sebagai Peristiwa dan sebagai Seni 1. Sejarah Sebagai Ilmu Sejarah sebagai ilmu merupakan ...

Tampilkan