MENYAMBUT HUT KE- 75 KEMERDEKAAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA:
Peristiwa sejarah Indonesia yang tersembunyikan!
PENGAKUAN PERTAMA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA OLEH MESIR DAN LIGA ARAB
Oleh: T.A. Sakti – Pensiunan Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah
“Bilamana negara-negara Arab dan Islam tidak juga mengakui kemerdekaan Indonesia, negara-negara manakah lagi yang akan mengakuinya, karena merekalah seharusnya yang tercepat menyatakan pengakuan itu. “, seruan Radio Republik Indonesia dalam bahasa Arab dari Yogyakarta, yang ditujukan kepada negara-negara Liga Arab yang tengah bersidang di Kairo, Nopember 1946 “( M. Zein Hassan Lc.Lt dalam bukunya “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri”, Bulan Bintang, 1980, hlm 177).
“Kami telah mendengar bahwa Liga Arab telah mengamanatkan kepada negara-negara Arab anggotanya supaya mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Maka dapatlah digambarkan bagaimana besar kegembiraan kami menyambut kedatangan Tuan untuk menyampaikan kepada kami keputusan itu.
Atas nama bangsa Indonesia kami mengucapkan terima kasih kepada Liga Arab atas keputusan besar yang didasarkan atas persahabatan dan keikhlasan itu” ( Bung Karno, ketika memberi kata-kata sambutan kepada Utusan Istimewa Liga Arab Abdulmun’in, tgl. 15 Maret 1947, buku yang sama, hlm 194 ).
SEKARANG, ada orang yang merasa heran dan bertanya: kenapa Republik Indonesia selalu berpihak dan mendukung negara-negara Arab dalam sengketa Arab – Israel dalam masalah Palestina???.
Orang yang merasa heran itu, mungkin telah melupakan sejarah. Atau memang sama sekali tidak mengetahui tentang peristiwa sejarah itu. Karena hingga dewasa ini, disengaja atau tidak, memang Peristiwa Sejarah itu masih tertutup bagi pengetahuan umum rakyat Indonesia. Mudah-mudahan ke depan, setelah Indonesia Merdeka 75 tahun, bangsa Indonesia semakin terbuka mengenai sejarah awal berdirinya negara ini!.
Keakraban hubungan antara rakyat di kepulauan Nusantara kita dengan rakyat Timur Tengah telah berlangsung berabad-abad. Terutama ketika agama Islam telah dianut oleh mayoritas penduduk negeri kita. Khusus hubungan dengan rakyat atau tokoh-tokoh Palestina, ada beberapa peristiwa penting yang perlu kita catat di sini.
Pada 16 September 1944 Radio Berlin menyiarkan pidato ucapan selamat dari tokoh pejuang Palestina atas “pengakuan Jepang” terhadap kemerdekaan Indonesia. Saat itu pejuang Palestina Amin Al Husaini berada di Jerman karena melarikan diri dari tangkapan Sekutu, yang telah menduduki Palestina dan Timur Tengah.
Sebenarnya ucapan selamat tersebut keliru, karena Indonesia tidak pernah dimerdekakan oleh Jepang. Yang benar, hanya Jepang memberi janji, bahwa Indonesia akan dimerdekakan pada suatu hari nanti.
Tapi lantaran sangat mencintai perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia, janji kemerdekaan itu oleh Mufti Besar Amin Al Husaini langsung mengumumkan bahwa Indonesia telah merdeka. Pengumuman tokoh Palestina ini sempat menggoncangkan seluruh Timur Tengah, karena Harian Al Ahram, Kairo turut memberitakannya.
Biar pun kemudian berita itu dibantah oleh Kedutaan Belanda di Kairo melalui Harian “Le Journal d’ Egypte” yang juga terbit di Kairo, namun karena jangkauan Harian Al Ahram cukup luas, pengaruh ucapan selamat Amin Al Husaini memberi keuntungan bagi pejuang-pejuang Indonesia untuk masa –masa selanjutnya.
Sesudah kembali ke Mesir karena mendapat suaka politik di sana, Amin Al-Husaini masih tetap gigih membantu perjuangan Indonesia. Dan ia cukup dikenal dan disegani di negara-negara Arab.
Salah seorang tokoh Palestina lainnya yang sangat kuat mendukung perjuangan Indonesia di luar negeri adalah Mohammad Ali Atthahir. Dengan surat kabarnya Assyura (pembela Bangsa-bangsa Terjajah), setiap hari menyiarkan berita-berita yang selalu merugikan posisi kolonial Belanda di arena internasional.
Ketika Delegasi Republik Indonesia berada di Kairo untuk menandatangani persahabatan dengan negara-negara Arab, Muhammad Ali Atthair ikut memberi kehormatan kepada delegasi dengan jamuan makan malam di kantornya.
Sekali waktu, Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Kairo kesulitan keuangan, tanpa ragu-ragu uang simpanan Mohammad Ali Thahir di Bank diserahkan kepada Ketua Panitia.
Jadi, dukungan Indonesia kepada perjuangan Arab sekarang ini, disamping memang karena politik luar negeri Indonesia “bebas aktif”, tentu jelas pula karena kita telah banyak menerima jasa orang disaat-saat pahit dahulu. Singkatnya, ada budi-ada talas.
Bukankah kita terkenal sebagai bangsa kaya budi?. Tapi, mengapa kita menyembunyikan jasa orang?!.
PERHIMPUNAN INDONESIA RAYA
Jauh sebelum Indonesia terjajah, jamaah haji dari negeri kita pergi ke Mekkah sudah termasuk besar jumlahnya setiap tahun. Diantara mereka ada yang tidak langsung pulang selepas ibadah haji. Mereka menetap di sana beberapa tahun.
Bahkan tidak jarang pula yang menetap langsung di sana. Tidaklah heran, jika sampai sekarang terdapat tokoh-tokoh negara Arab Saudi yang berasal dari keturunan Indonesia. Masyarakat asal Indonesia tidak hanya tersebar di kota Mekkah-Madinah saja, tapi merata ke seluruh Timur Tengah, seperti Mesir, Irak, Negeri Syam(Suriah sekarang), Palestina dan lain-lain.
Penjajah Belanda yang sedang menguasai Indonesia, tahu betul peranan yang dapat dimainkan warga Indonesia di sana, bila suatu hari jika mereka bersatu. Jauh sebelum hal itu terjadi pihak Belanda telah menghamparkan ranjau-ranjau penghalang kearah persatuan itu.
Belanda mengawasi mereka dari kegiatan politik. Rasa kedaerahan ditanamkan sedalam-dalamnya kepada setiap kelompok mereka, yang berasal dari berbagai suku. Senjata yang paling ampuh saat itu adalah masalah perselisihan(khilafiah) dalam hukum Islam.
Hadirnya seorang ahli hukum Islam Snouck Hurgronje dengan nama samaran Abdul Ghaffar di Mekkah adalah dalam rangka politik de vide et impera (pecah belah) itu. Sebagaimana kita ketahui, setelah cukup mahir hukum Islam Abdul Ghaffar ini dikirim ke Indonesia untuk membantu Belanda yang sedang digempur di medan perang Aceh.
Tahun 1923 di Kairo terbentuk organisasi Al-Jamiyatul Khariyatul Jawiyah (Perhimpunan Kebaktian Jawi). Masa itu, orang-orang asal Indonesia di sana hanya dikenal dengan nama orang Jawi saja. Organisasi ini semakin maju dari hari ke hari, terutama bergerak di bidang sosial.
Tahun 1926, pimpinannya Janan Thaib diutus ke negeri Belanda untuk menjalin hubungan dengan organisasi Perhimpunan Indonesia, ketika itu masih diketuai oleh Muhammad Hatta; proklamator R.I. Dari pengiriman utusan ini menunjukkan, bahwa Perhimpunan Kebaktian Jawiyah di Mesir juga telah bergerak di bidang politik pula.
Awal tahun 30-an (1932-pen) Perhimpunan Indonesia Raya(PIR) dibentuk di Kairo, diketuai oleh Abdul Kahar Muzakkir. Organisai ini memang tujuannya di bidang politik untuk perjuangan Indonesia. Sebagai saluran menyuarakan aspirasi, mereka menerbitkan beberapa bulletin atau majalah seperti Seruan Al-Azhar, Pilihan Timur, Usaha Pemuda dan Merdeka.
Sementara itu, organisasi perjuangan kemerdekaan Indonesia juga dibentuk di Mekkah dan Baghdad(Irak), sebagai cabang dari Perhimpunan Indonesia Raya di Kairo. Guna mengatasi kesulitan hubungan surat- menyurat antara oganisasi tiga kota (Kairo-Mekkah-Baghdad) itu, pihak Kedutaan Irak di masing-masing kota bersedia memberikan sebuah Kotak Pos di Kedutaannya untuk maksud itu. Sehingga kegiatan organisasi tersebut terhindar dari intelejen Sekutu – termasuk Belanda, yang sedang menguasai Timur Tengah setelah Perang Dunia I.
Perhimpunan Indonesia Raya inilah yang aktif berjuang di negara-negara Arab, baik sebelum proklamasi, lebih-lebih ketika memperjuangkan agar kemerdekaan Indonesia diakui pihak luar negeri.
Dukungan Liga Arab
Setiap menjelang tgl .17 Agustus setiap tahun sekarang kita sering mendengar dan membaca berita-berita sejumlah Presiden dan Menteri luar Negri dari Negara-negara di dunia mengucapkan selamat atas penyambutan hari kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pemberian “ucapan selamat” tersebut , merupakan suatu tanda persahabatan atau mengharapkan supaya hubungan antara negara yang bersangkutan dengan negara kita semakin erat di masa selanjutnya. Memang sesudah bulan Desember 1949, Indonesia semakin banyak punya hubungan diplomatik dengan sejumlah besar negara di bumi ini.
Lain sekali keadaannya di masa sebelum Indonesia mendapat pengakuan negeri Belanda Desember 1949. Hampir semua negara di dunia acuh tak acuh untuk mengakui kemerdekaan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat, bahkan tidak jarang negara luar yang berpihak kepada Belanda, terutama Sekutu yang ingin mengembalikan Indonesia kepada Kolonial Belanda.
HANYA LIGA ARAB YANG PENUH IKHLAS MENYAMBUT ULURAN TANGAN PERSAHABATAN INDONESIA YANG SEDANG MENCARI DUKUNGAN LUAR NEGERI!!!.
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak lansung diterima rakyat Indonesia di Timur Tengah. Hal ini karena usaha pihak Sekutu yang menguasai daerah itu, menutup rapat semua saluran informasi. Berita proklamasi baru diketahui setelah salah seorang pimpinan Perhimpunan Indonesia Raya membaca hal itu di majalah “ vrij Nederland” , dalam bahasa Belanda.
Walaupun belum begitu jelas bagaimana peristiwa besar tersebut terjadi, pihak PIR langsung menghubungi kantor-kantor redaksi Koran di Kairo. Maka gemparlah seluruh penjuru Timur Tengah setelah membaca berita kemerdekaan Indonesia dari Koran-koran setempat.
Dapat disebutkan harian-harian yang punya jasa besar, turut berjuang dipihak Indonesia masa itu di Mesir seperti : Harian Al-Ahram, Al-Misri, Al-Balad, Al-Muqattam, Al-Asas (Koran pemerintah), Al-Kutlah, Asshiyasah, Al-Dustur, dan tidak ketinggalan pula peranan dari pemerintah Mesir di Kairo.
Harian-harian Timur Tengah lainnya, yang mendorong pemerintah masing-masing mengakui kemerdekaan Indonesia serta menyokong perjuangan Indonesia di bidang diplomasi adalah harian-harian: Addifa’, dan As-Syura, milik para Pejuang Palestina, Al-Qabas di Suriah, Al-Haq (Lebanon), Al-Bilad (Irak) dan lain-lain.
KITA DAPAT MEMBAYANGKAN BETAPA BESARNYA DUKUNGAN RAKYAT ARAB TERHADAP PERJUANGAN BANGSA INDONESIA!!!.
Guna memberi dukungan yang lebih positif lagi kepada perjuangan Indonesia, rakyat Mesir di bawah pemimpin-pimpinan mereka mengadakan rapat umum 16 Oktober 1945. Bedasarkan desakan berbagai pihak, selesai rapat tersebut dibentuklah sebuah badan yang disebut Panitia Komite Pembela Indonesia.
Tugas panitia ini adalah mempengaruhi pendapat umum (Public Oponion) rakyat Timur Tengah untuk kemenangan Indonesia. Panitia mendesak kerajaan Mesir dan negara-negara Liga Arab mengakui kemerdekaan Indonesia sepenuhnya.
Ketua Panitia Komite Pembela Indonesia Jenderal Mohammad Saleh Harbi Pasya , yang pernah menjadi Menteri Pertahanan Mesir. Diantara anggota panitia ini ialah Abdurrahman Azzam Pasya yang juga Seketaris Jendral (Sekjen) Liga Arab, M.Ali Attahir-pejuang Palestina dan semua tokoh Mesir di Kairo.
Yang jadi halangan besar bagi negara-negara Liga Arab adalah bercokolnya pihak Sekutu di hampir seluruh Jazirah Arab saat itu. Pihak Sekutu hendak mengembalikan penjajahan Belanda di Indonesia, setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia Ke II.
Sementara pihak Liga Arab hendak mengakui kedaulatan Indonesia. Kedua kekuatan tersebut mempunyai kepentingan yang sangat bertentangan.
Setelah menempuh berbagai rintangan, barulah dalam Sidang Liga Arab tgl. 18 November 1946 sidang memustuskan ,bahwa setiap negara anggota Liga Arab dianjurkan mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh, de facto dan de jure.
Sidang kali ini juga menugaskan kepada Sekjen Liga Arab untuk mengirimkan perutusan ke Indonesia guna menyampaikan maksud Liga Arab tersebut.
Pada mulanya Abdurrahman Azzam Pasya selaku Sekjen LIga Arab bermaksud memimpin sendiri perutusan itu ke Indonesia. Tapi niat baik Sekjen Liga Arab ini dihalangi oleh Sekutu, terutama Inggeris, yang tidak bersedia memberikan visa kepada para perutusan.
Inggeris yang menguasai penuh laut – darat – sejak dari Teluk Persi sampai Singapura menutup rapat laut dan angkasanya.
Walaupun mendapat banyak halangan , sebagai seorang pejuang yang pernah beberapa kali masuk penjara karena menentang Inggris; Abdurrahman Azzam Pasya tidak pernah menyerah. Dia mengambil jalan pintas untuk menembus blokade Sekutu.
Dengan penuh rahasia karena takut diketahui mata-mata Sekutu; Abdurrahman Azzam Pasya menghubungi Konsul Jendral Mesir di Bombay untuk berangkat ke Indonesia. Dengan menyamar sebagai turis, Konsul tersebut Abdulmun’im berangkat dari Bombay, India menuju Singapura.
Sampai di Singapura yang dikuasai Inggris, Abdulmun”im tidak mendapat pesawat yang menuju Indonesia. Semua pesawat terbang milik Belanda menolak menerima dia. Namun atas usaha Ktut Tantri seorang wanita Amerika yang telah lama berjuang buat kita, akhirnya dapatlah sebuah pesawat Dakota.
Saat itu di seluruh Indonesia sedang terjadi pertempuran-pertempuran antara pihak Belanda bersama tentara Sekutu (Inggris) berhadapan dengan para pejuang yang sedang mempertahankan kemerdekaan. Seluruh perairan Indonesia dikepung pihak Sekutu (Inggris/Belanda).
Bersama Ktut Tantri, Abdulmun’im menyabung nyawa menembus blokade. Penerbangan nekat tersebut akhirnya mendarat juga di lapangan terbang Maguwo, Yogjakarta.
Sungguh suatu kemenangan besar bagi pejuang Indonesia di bidang diplomasi dengan kedatangan Abdulmun’im. Tentang bagaimana keadaan rakyat Indonesia menerima utusan Liga Arab itu, dapat kita ikuti dari pidato Bung Karno selaku Presiden Republik Indonesia saat itu di permulaan tulisan ini.
Utusan Abdulmun’im, disamping bertugas menyampaikan keputusan sidang Liga Arab, juga membawa pesan agar pemerintah Indonesia dengan segera mengutuskan delegasi ke Timur Tengah. Bersama-sama delegasi Indonesia, Abdulmun’im pulang ke Kairo untuk melapor hasil missinya di Indonesia.
Mendengar kunjungan delegasi Indonesia ke negara-negara Arab, pihak Belanda dan sekutu-sekutunya makin mempergencar provokasi mereka di Timur Tengah. Namun fitnahan-fitnahan mereka dibantah tuntas oleh Panitia Komite Pembela Indonesia di sana, melalui harian-harian Kairo.
Perlu anda ketahui bahwa semasa kunjungan Utusan Istemewa Liga Arab ke Indonesia , Bung Hatta dianugerahi Tuhan seorang putri. Untuk mengenang kunjungan utusan Mesir – Liga Arab itu Bung Hatta memberikan nama anaknya; Farida. Sebagai kenangan kepada Ratu Mesir isteri Raja Farouk, yang punya saham besar dalam hal ini!.
Ahmad Sukarno
Dengan jumlah anggota delegasi empat orang, yaitu Haji Agussalim sebagai ketua, Abdurrahman Baswedan(kakek dari Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta sekarang), H.Muhammad Rasyidi, Mr. Nazir Pamuncak bertolaklah delegasi R.I. ke Timur Tengah.
Sambutan meriah mereka terima ketika tiba di Kairo. Halaman-halaman muka harian Mesir dipenuhi dengan berita kedatangan delegasi.
Singkat cerita, Tgl.10 Juni 1947 (12 Rajab 1366 H ) berlangsunglah penandatanganan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir di gedung Kementerian L uar Negeri. Pihak Indonesia diwakili oleh H.Agussalim sebagai Menteri Muda luar negeri Indoneisa, sementara dipihak Mesir diwakili oleh Mahmud Fahmi Nukrasyi sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri.
Bersamaan penandatangan perjanjian persahabatan Indonesia-Mesir, sekaligus pula ditandatangani hubungan dagang dan kebudayaan antara kedua negara.
Perjanjian persahabatan ini menentukan sekali bagi kedudukan Indonesia di arena internasional , karena hal ini peristiwa pertama kali terjadi sejak proklamasi 17 Agustus 1945.
Dengan pengakuan Mesir secara penuh (de facto-de jure), Indonesia telah memenuhi syarat internasional, sebagai satu negara yang sudah dapat duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan negara manapun di dunia ini.
Kedutaan pertama R.I di luar negeri yaitu di Mesir.
Sesudah Mesir, delegasi Indonesia menuju negara-negara Arab lainnya. Sebagai hasil dari missi kali ini Indonesia mendapat pengakuan resmi dari semua negara Arab yang sudah merdeka, yaitu Suriah, Irak , Arab Saudi, Yaman, Lebanon, yang kesemuanya anggota Liga Arab.
Semasa delegasi masih di Irak, pihak Belanda di Indonesia melancarkan Aksi Militer pertama (2 Juli 1947). Terhadap kejahatan Belanda ini reaksi rakyat Timur Tengah hebat sekali.
Mesir dan Irak menutup pelabuhan udaranya bagi penerbangan pesawat Belanda. Sementara di setiap kota-kota Arab terjadi demontrasi protes. Buruh- buruh pelabuhan Port Said Terusan Suez membaikot semua kapal Belanda yang mengangkut serdadu Belanda.
Sampai-sampai Sekjen Liga Arab, Jenderal Saleh Harb Pasya, Muhammad Ali Atthahir, Habib Bourqiba (pemimpin kemerdekaan Tunisia ) dan tokoh-tokoh Mesir lainnya ikut turun kejalan berdemonsrasi memprotes Aksi Militer itu.
Kebetulan pula, ketika Dewan Keamanan PBB bersidang, yang juga mempermasalahkan konflik Indonesia-Belanda, Jabatan Ketua Sidang saat itu dipimpin Faris Al- Khuri dari Suriah. Kedudukan yang menentukan dari salah satu anggota Liga Arab tersebut sangat menguntungkan Indonesia di sidang-sidang Dewan Keamanan PBB.
Salah satu hal yang jadi masalah Perhimpunan Indonesia Raya dan delegasi Indonesia di Timur Tengah adalah untuk menjawab pertanyaan wartawan tentang pribadi Presiden Indonesia.
Setiap manyinggung nama Presiden Soekarno dalam wawancara dengan para wartawan pasti ada pertanyaan ‘ Apakah ia itu Muslim??? ’. Kalau bagi Wakil Presiden tidak ada masalah, karena jelas perkataan ; Muhammad Hatta. Untuk mehilangkan keraguan-keraguan rakyat Timur Tengah, para pemimpin Perhimpunan Indonesia Raya dan delegasi Indonesia sengaja menyebut nama Presiden Indonesia dengan sebutan Ahmad Sukarno!.
Sungguh amat disayangkan, peristiwa sejarah yang agung ini, tidak pernah dimuat dalam buku-buku Sejarah Nasional Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah!. Kata pepatah:”Bagaikan kacang melupakan kulitnya”!.
Bekas Bale Tambeh, 17 Haji 1441 atau 17 Zulhijjah 1441 H
bersamaan 7 – 8 – 2020 M, poh 7.30 pagi wib. ( T.A. Sakti )
Paya Kareueng Bireuen, 07 Agustus 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar